Meningkatkan Kekebalan Tubuh
Salah satu bukti manfaat nyata dari tertawa yaitu membuat kita menjadi lebih santai dan rileks sehingga kita bisa berpikir secara jernih dengan menggunakan akal sehat.
Salah satu bukti manfaat nyata dari tertawa yaitu membuat kita menjadi lebih santai dan rileks sehingga kita bisa berpikir secara jernih dengan menggunakan akal sehat.
Tertawa, juga menangis, menurut dr. W.M. Roan, seorang psikiater senior di Jakarta, itu pencerminan emosi manusia, yang merupakan bagian dari spektrum emosi yang meliputi kesedihan, kegembiraan, kekagetan ketakutan, cinta kasih, kebencian, dan kemarahan. Ekspresi diri tidak hanya berwujud gerakan, tetapi juga berupa berbagai reaksi emosional yang bermacam-macam itu.
“Tidak hanya manusia, hewan pun bisa menunjukkan perasaan gembira dan sedih dengan berbagai kegiatan dari gerakan. Anjing, misalnya, jika gembira, buntutnya ke atas dan bergoyang-goyang atau kegiatan otot-ototnya meningkat”, tutur Roan. “Tetapi hewan ngga bisa tertawa dan menangis. Meskipun anjing bisa berkaing-kaing, saya kira itu bukan menangis”.
Dampak tertawa ini bahkan pernah bikin geger dunia kedokteran. Norman Causins, seorang redaktur Saturday Review di AS, menderita penyakit aneh dan langka. Penderita penyakit ini bakal tersiksa dan merasakan sakit yang luar biasa, meskipun hanya menggerakkan sedikit bagian tubuhnya. Menurut dokter, kesembuhan bagi Norman sangat kecil, 1 : 500. Berbagai obat sudah dicoba, tetapi kesehatannya tak kunjung membaik.
Suatu ketika Norman terilhami sebuah kalimat yang dulu ditulis oleh seorang raja yang hidup sekitar 2000 tahun lalu, “Hati yang puas, obat yang sangat ampuh”.
Atas persetujuan dr. William Hitzig yang merawatnya, Norman menggantikan semua obat yang diminumnya dengan banyak tertawa plus mengkonsumsi vitamin C. Berbagai film komedi dia tonton, sehingga ia bisa tertawa terbahak-bahak. Pada hari kedelapan setelah menjalani terapi tersebut ia sudah bisa menggerakkan jempolnya tanpa rasa sakit. Juga tertawa selama 10 menit bisa membuat dia tidur pulas selama 2 jam. Akhirnya, penyakitnya berangsur sembuh, kemudian hilang sama sekali. Pengalamannya itu kemudian dibukukan dan An Anatomy of Illness.
Dr. Lee Berk, seorang imunolog dari Loma Linda University di California, AS, pernah bilang, tertawa bisa mengurangi peredaran dua hormon dalam tubuh, yaitu efinefrin dan kortisol, yang bisa menghalangi proses penyembuhan penyakit. Dalam riset lain dr. Rosemary Cogan dari Texas Tech University menemukan bukti bahwa rasa nyeri atau sakit akan berkurang setelah tertawa. Tidak itu saja, kekebalan tubuh pun bisa meningkat.
“Tertawa itu pada dasarnya sehat kalau dilakukan oleh orang-orang yang normal. Tetapi kalau tawa itu dicetuskan oleh seseorang yang mengalami gangguan jiwa, dengan sendirinya tidak sehat, karena tawa itu untuk bereaksi terhadap halusinasi akan perasaan yang tidak-tidak”, kata Roan. Misalnya, pada pasien jiwa remaja putri, pemikiran pertama yang timbul pasti soal seksual, sehingga hal ini kadang-kadang menggelitik dan membuat dia tertawa terpingkal-pingkal. Tetapi sendiri. Ini sesuatu yang ngga beres”.
Pada orang normal, menurut Roan, tertawa itu sebetulnya suatu reaksi terhadap keadaan krisis, berupa suatu perubahan yang tidak terduga. Kondisi itu bisa tercetus dalam keadaan yang mengagetkan, menyenangkan, atau menyedihkan. Krisis itulah yang membuat orang bisa tertawa. Kongkretnya, kalau Anda sedang serius mendengarkan sesuatu, tahu-tahu hasilnya tidak sesuai dengan apa yang Anda duga, Anda bisa tertawa terbahak-bahak. Kalau Anda merencanakan sesuatu yang baik, tapi suatu saat gagal, Anda bisa menangis.
Aspek-aspek emosi, termasuk tertawa, diatur oleh pusat emosi di dalam struktur otak yang dinamakan system limbic (limbic system). Sistem yang berhubungan dengan aspek-aspek tingkah laku tertentu ini bentuknya seperti lingkaran sehingga oleh seorang ahli bernama Papez dinamai lingkaran bergema.
Papez menemukan hal ini karena ketika intinya dirusak, orang yang bersangkutan menunjukkan suatu emosi yang tidak tepat atau kacau. Artinya, secara tidak sengaja orang ini bisa mudah marah, tetapi gampang pula tertawa terbahak-bahak meski tidak ada yang lucu. “Itu karena lingkaran yang juga merupakan pusat emosi manusia itu terputus. Kalau salah satu bagian dari lingkaran ini rusak, memori orang itu juga akan hilang. Itu juga yang terjadi pada orang pikun, karena salah satu bagian lingkaran ini rusak”, jelas dosen luar biasa FKUI ini. Dalam keseharian ada orang yang mudah tertawa namun ada juga yang tidak. Misalnya, dalam menonton lawakan. Menurut Roan, ada dua hal penyebabnya. Pertama, mungkin orang sudah mengetahui materi gurauannya sehingga dia tidak menghadapi keadaan krisis yang bisa mencetuskan tawa. Kedua, orang melihatnya tidak dari sudut kejenakaan, tetapi dari sesuatu yang diinterpretasikannya sebagai hal yang tidak lucu atau biasa saja.
Bukan berarti kelompok yang tidak gampang tergelitik “urat tawanya” itu tidak memiliki sense of humor. Sense of humor itu ‘kan berbeda-beda bagi beberapa orang. Contohnya, di Indonesia seorang pelawak harus berpakaian lucu, yang mukanya aneh, yang semuanya harus lucu, sehingga orang sudah tertawa dulu sebelum dia melucu. Tetapi pelawak di negara lain, pakaiannya tidak aneh-aneh, tapi ngomongnya sangat witty (cerdas dan menggelitik). Kadang-kadang kita pun tidak mengerti apa lucunya, karena tidak tahu sense of humor mereka kaya’ apa. Mungkin juga karena perbedaan kultur.
Melatih Organ-Organ Tubuh
Untuk mencari bukti yang lebih kuat dan akurat tentang manfaat tertawa bagi kesehatan, dr. Cogan melakukan studi eksperimental terhadap dua kelompok mahasiswa. Kelompok pertama mendengarkan kaset lawak dan kelompok kedua mendengarkan kaset kuliah matematika, atau kelompok yang sama sekali tidak mendengarkan apa-apa. Terhadap para “kelinci percobaan” itu sebelum dan sesudahnya dilakukan uji kepekaan terhadap rasa sakit. Ternyata mereka yang mendengarkan kaset lawak memperlihatkan peningkatan kemampuan dalam menahan rasa sakit.
Untuk mencari bukti yang lebih kuat dan akurat tentang manfaat tertawa bagi kesehatan, dr. Cogan melakukan studi eksperimental terhadap dua kelompok mahasiswa. Kelompok pertama mendengarkan kaset lawak dan kelompok kedua mendengarkan kaset kuliah matematika, atau kelompok yang sama sekali tidak mendengarkan apa-apa. Terhadap para “kelinci percobaan” itu sebelum dan sesudahnya dilakukan uji kepekaan terhadap rasa sakit. Ternyata mereka yang mendengarkan kaset lawak memperlihatkan peningkatan kemampuan dalam menahan rasa sakit.
Sementara itu, dr. William Fay dari Stanford University mengatakan, tertawa terbahak-bahak amat bermanfaat bagi orang sehat. Hasil penelitiannya menunjukkan, tertawa terpingkal-pingkal akan menggoyang-goyangkan otot perut, dada, bahu, serta pernafasan, sehingga membuat tubuh seakan-akan sedang jogging di tempat. Sesudah tertawa demikian tubuh terasa rileks dan tenang, sama seperti orang habis berolahraga. Tertawa juga akan melatih diafragma torak, jantung, paru-paru, perut, dan membantu mengusir zat-zat asing dari saluran pernafasan. Disamping itu tertawa sangat ampuh untuk meringankan sakit kepala, sakit pinggang, dan depresi.
Ihwal dampak tertawa dalam penyembuhan suatu penyakit, dr. William Frey, seorang pakar biokimia dan direktur Dry Eyes and Tears Research Center di Mineapolis, AS, menyatakan tertawa akan menggerakkan bagian dalam tubuh, mengaktifkan system endokrin sehingga mendorong penyembuhan suatu penyakit. Menurut hipotesisnya, tertawa akan merangsang otak untuk memproduksi hormon tertentu yang pada akhirnya akan memicu pelepasan endokrin (zat pembunuh rasa sakit) yang diproduksi oleh tubuh. Penelitian Prof. Dr. Lucille Namehow, seorang pakar yang menangani proses penuaan dari Connecticut , AS, menyodorkan fakta bahwa tertawa bisa membantu mereka yang sudah tua renta untuk tetap awet tua, sementara yang muda tetap awet muda, serta mempererat hubungan antara anggota keluarga.
Karena dianggap memberikan dampak positif, maka di AS kini banyak dokter yang menerapkan terapi tertawa dalam proses penyembuhan para pasien mereka.
Sembuh Berkat Menangis
Sementara itu dr. William Frey pernah mencoba melakukan penelitian terhadap “tetesan air mata”. Penelitian yang dilakukan Frey daru jurusan psikiatri diMinnesota University berlangsung 10 tahun lalu. Ia memasang iklan di koran kampus untuk menarik kalangan mahasiswa. Frey menawarkan US $10 untuk mereka yang bersedia meneteskan air mata untuknya dengan cara memutarkan film-film sedih yang sangat sentimental.
Sementara itu dr. William Frey pernah mencoba melakukan penelitian terhadap “tetesan air mata”. Penelitian yang dilakukan Frey daru jurusan psikiatri di
“Ternyata dari sekian banyak film, hanya dua film berdasarkan kisah sejati yang sanggup menguras air mata kebanyakan penonton karena tersentuh perasaannya”, katanya.
Frey juga mengakui, terapi sebagian pasiennya dilakukan melalui tontonan film sedih. “Sebagian pasien saya sembuh setelah meneteskan air mata sepuas-puasnya”.
Hasil penelitian Frey yang menarik adalah, pria sengaja menahan air matanya agar tampak perkasa dan jantan. “Sebenarnya, pria dan wanita tidak berbeda dalam pengalaman emosinya. Jadi, pria juga bebas untuk menangis agar jiwanya tidak tertekan”, katanya.
Hal senada diungkapkan dr. W.M. Roan, “Itu hanya suatu social acceptability. Lelaki diajari tidak boleh menangis, dia harus tahan. Kalau perempuan menangis itu biasa. Jadi itu ‘kan kultur saja. Padahal tidak begitu juga. Pria, karena sesuatu yang sulit, juga bisa menangis. Dalam kondisi tertentu Ia bisa menangis tersedu-sedu seperti anak kecil”.
Meskipun dianggap baik, tertawa sebenarnya masih bisa digolong-golongkan. Ada tertawa yang genuine (asli atau tulus), ada yang palsu, ada juga yang sekedar untuk basa-basi. “Jadi dalam hal ini menangis dan tertawa itu masing-masing bisa dibedakan secara nuansa: yang asli, naluriah, spontan, dibuat-buat, sampai yang palsu. Jika dibuat gradasi, antara ujung yang satu dengan ujung yang lain itu berbeda banyak. Tapi yang di tengah-tengah itu susah membedakannya, sehingga kita bisa salah duga”, jelas Roan.
Namun ia mengingatkan, “Kalau seseorang tertawa pada proporsi yang benar, itu artinya sehat, tapi kalau terlalu banyak tertawa, justru sebaliknya”.
Maka sering-seringlah tertawa demi kesehatan jiwa dan raga.
Oleh A. Suryana/Sarnapi/L.R. Supriyapto Yahya
Intisari edisi Juli 1997
Intisari edisi Juli 1997
Tidak ada komentar:
Posting Komentar